Pembatasan BBM Asal-asalan


MerantiNEWS EMI (Editorial Media Indonesia) - SETELAH berulang kali melontarkan gagasan pembatasan BBM bersubsidi, pemerintah kali ini bertekad merealisasikan kebijakan itu. Mulai 1 April mendatang, pembatasan BBM diberlakukan di wilayah Jabodetabek.

Semua kendaraan berpelat hitam roda empat dilarang membeli BBM bersubsidi alias premium, yang harganya Rp4.500/liter. BBM bersubsidi itu hanya diperuntukkan kendaraan berpelat kuning dan sepeda motor.


Untuk kendaraan roda empat berpelat hitam, pilihannya ada dua. Mereka harus membeli pertamax atau yang sejenis yang sekarang harganya Rp8.350 per liter atau berpindah ke bahan bakar gas.


Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu pada tahap awal akan berlaku di Jawa dan Bali. Lalu, pada 2013 dan 2014, kebijakan itu diperluas ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Terbatasnya anggaran memang membuat sesak napas pemerintah. Konsumsi BBM dari tahun ke tahun terus meningkat, ditambah naiknya harga minyak dunia, membuat alokasi anggaran untuk menutup subsidi BBM pada 2011 sudah mencapai Rp168 triliun.

Pemberlakuan pembatasan BBM itu jelas memberi banyak manfaat. Misalnya, bangsa ini tak lagi terbelenggu oleh candu subsidi. Bukankah subsidi BBM selama ini justru dinikmati kalangan kelas menengah ke atas, yaitu orang-orang yang tidak berhak?

Namun, pemberlakuan pembatasan BBM selalu menimbulkan kontroversi. Sebabnya tidak lain karena pemerintah sendiri terkesan kurang persiapan dalam menerapkan kebijakan itu.

Contohnya pembatasan BBM di Jabodetabek. Sudahkah seluruh SPBU di wilayah itu siap melayani pertamax? Dengan waktu tersisa sekitar 2,5 bulan, siapkah alat konversi gas yang dibutuhkan?

Yang lebih konyol, kendaraan yang telah berpindah ke gas terkerangkeng di wilayah Jabodetabek karena di luar wilayah itu tidak tersedia gas. Yang menggunakan pertamax bahkan terpaksa memakai premium yang disubsidi itu karena tidak ada pertamax.

Pemerintah sebenarnya memiliki opsi lain yang lebih praktis, yakni menaikkan harga premium sekitar Rp500 hingga Rp1.000 per liter. Namun, Presiden Yudhoyono sudah berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan harga BBM. Apalagi, pada tahun ini pemerintah sudah berencana menaikkan tarif dasar listrik.

Meski sudah tak bisa lagi ikut pemilihan presiden, Yudhoyono tidak ingin citranya kian anjlok di mata publik. Dia bakal sekuat tenaga menjaga kiprah partainya, Demokrat, agar tak melorot pada Pemilu 2014.

Padahal, jika dilakukan tanpa persiapan yang matang, bahkan terkesan asal-asalan, kebijakan pembatasan BBM justru akan memberi pukulan lanjutan buat Yudhoyono sendiri.