Editorial Media Indonesia

Nyali Polri dan Andi Nurpati



MerantiNEWS EMI (Editorial Media Indonesia) - DRAMA berjudul surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) mulai memasuki episode akhir dengan divonisnya salah satu terdakwa, Masyhuri Hasan. Namun, pemeran utama dalam skandal itu tetap saja bebas melenggang. 

Masyhuri, mantan juru panggil MK, divonis satu tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (3/1). Ia dinyatakan bersalah memalsukan surat MK, yang kemudian digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menetapkan Dewie Yasin Limpo dari Hanura sebagai pemenang kursi DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Padahal, berdasarkan surat asli MK, yang berhak mewakili Sulsel I ialah Mestariyani Habie dari Partai Gerindra. 

Masih ada terdakwa lainnya, Zainal Arifin Hoesein, mantan panitera MK, yang pengadilannya masih berlangsung. 

Yang terus mengusik rasa keadilan publik ialah kenapa aktor utama, dalang dari kejahatan demokrasi tersebut, tetap dibiarkan melenggang? Lebih menyakitkan lagi, Polri sebagai penyidik terus menafikan setumpuk petunjuk untuk menjerat sang dalang yang mengarah ke Andi Nurpati. 

Akal waras mengatakan surat palsu MK tidak mungkin dibuat Masyhuri dan Zainal tanpa ada yang memesan. Panitia Kerja Mafia Pemilu DPR pun telah menyimpulkan kasus surat palsu MK merupakan buah persekongkolan. 

Teramat banyak pula keterangan saksi yang menyebut Andi Nurpati sebagai aktor utama. Dalam pleidoi yang diberi judul Bunga Bangkai Demokrasi untuk sang Juru Panggil, misalnya, Masyhuri menyatakan mantan komisioner KPU Andi Nurpati sengaja menyembunyikan surat MK yang asli guna memuluskan akal bulusnya merekayasa hasil pemilu. 

Bukan cuma itu. Gelar perkara, rekonstruksi, dan konfrontasi sudah dilakukan. Namun, polisi tetap kehabisan akal, tapi kelebihan alibi untuk tidak menjadikan Nurpati yang kini menjadi petinggi partai berkuasa, Partai Demokrat, sebagai tersangka. 

Waktu tujuh bulan penyidikan sejak kasus tersebut dilaporkan MK pada Februari 2010 rupanya tidak cukup bagi Polri untuk mendapatkan secuil pun bukti keterlibatan Nurpati. Mereka konsisten pada laku diskriminatif, gesit membidik orang-orang kecil, tapi lumpuh mengusut para penguasa. 

Sekian lama publik berharap agar polisi profesional menangani skandal surat palsu MK, sekian lama pula kekecewaan yang selalu didapat. 

Jika memang tidak menemukan bukti, kenapa Polri tidak menghentikan saja penyidikan terhadap Andi Nurpati? Kenapa polisi tidak berani mengatakan secara terbuka kepada publik bahwa tidak ada bukti atau tidak cukup bukti untuk menjadikan Andi Nurpati sebagai tersangka?