Editorial Media Indonesia

Rosa Menyingkap Tabir


MerantiNEWS EMI (Editorial Media Indonesia) - KESAKSIAN Mindo Rosalina Manulang dalam persidangan terdakwa Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin, menyedot perhatian publik.

Publik memberi perhatian setidaknya karena dua hal besar. Pertama, Rosa yang sudah berstatus terpidana kasus suap Wisma Atlet itu membeberkan pengakuan yang menghebohkan bahwa dia dan keluarganya diancam dibunuh. Itu menyebabkan Rosa tampil di persidangan kemarin dalam naungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.


Kedua, Rosa dengan suara lantang tanpa rasa takut sedikit pun menyebut sejumlah nama petinggi partai berkuasa, Partai Demokrat. Itulah kesaksian yang menyingkap sedikit demi sedikit misteri dan kegelapan yang selama ini menyelimuti kasus suap Wisma Atlet.


Contohnya misteri bos besar dan ketua besar terungkap sudah. Rosa mengatakan bos besar ialah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan ketua besar merujuk kepada Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir.

Rosa juga mengatakan Gubernur Sumatra Selatan meminta jatah fee 2,5% dari Rp191 miliar nilai proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Rosa juga mengungkapkan uang sejumlah Rp500 juta mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010 untuk pemenangan calon Ketua Umum Demokrat saat itu, Andi Alfian Mallarangeng. Bandingkan, selama ini Nazaruddin hanya mengatakan adanya dana Rp50 miliar ke Kongres Partai Demokrat 2010 untuk pemenangan Anas Urbaningrum.

Rosa bahkan juga membeberkan keterlibatan Coel Mallarangeng, saudara kandung Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Total besaran uang pelumas proyek Wisma Atlet yang digelontorkan Grup Permai, menurut Rosa, Rp10 miliar. Separuhnya, yaitu Rp5 miliar, diberikan kepada anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh.

Begitulah, sangat terang benderang terungkap di ruang sidang bahwa uang suap Wisma Atlet terkait dengan politik. Pertama, terkait dengan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung dan kedua, terkait dengan proses pengambilan keputusan di Badan Anggaran DPR.

Seluruh nama yang disebut Rosa patut dipertimbangkan untuk didengarkan keterangan mereka dalam forum persidangan. Forum itu bisa mereka pakai untuk membersihkan diri.

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi wajib memeriksa semua nama yang disebut Rosa demi kesetaraan di depan hukum. Apalagi, kesetaraan itu kini dirasakan kian menjauh. Lagi pula, karena menyangkut partai berkuasa, sulit dipercaya bahwa Rosa hanya mengigau.