Editorial Media Indonesia

Senayan Menjadi Bumi Perkemahan



BERITA MERANTI EMI (Editorial Media Indonesia) - TUGAS utama Dewan Perwakilan Rakyat sebagai penyerap aspirasi rakyat sudah lama berhenti. Sebabnya tidak lain ialah antara rakyat dan wakil mereka di legislatif ada jarak yang menganga bagai bumi dan langit. 

Nurani DPR sepertinya sudah mati suri karena mereka menulikan telinga dan membutakan mata terhadap rakyat yang memperjuangkan hak. Mereka membiarkan rakyat yang mereka sembah sekali dalam lima tahun saat pemilu terlunta-lunta di depan pagar gedung parlemen, Senayan, Jakarta. 

Sejak 12 Desember 2011 warga suku Anak Dalam yang tinggal di Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, mendirikan tenda persis di depan gerbang utama gedung parlemen. Mereka sengaja datang ke Jakarta untuk meminta keadilan setelah tanah ulayat yang mereka tempati secara turun-temurun dirampas paksa oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. 

Hanya berselang tiga hari setelah suku Anak Dalam, puluhan warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, ikut berkemah di Senayan. 

Mereka juga datang untuk memprotes perluasan penguasaan hutan tanaman industri untuk pabrik kertas PT Riau Pulp and Paper. Ungkapan protes mereka berbentuk jahit mulut. 

Jumlah tenda yang didirikan di depan gerbang utama gedung parlemen itu bertambah dengan kedatangan warga dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka datang memprotes tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan kepada para pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape. 

Sungguh sebuah ironi luar biasa, rakyat mendirikan tenda di depan gerbang utama gedung yang penghuninya menyebut diri sebagai wakil rakyat. Tenda-tenda itu kini menjadi monumen atas matinya nurani wakil rakyat. Bukan mustahil wakil rakyat kini menjelma menjadi makelar anggaran, mungkin menjadi calo jauh lebih menggiurkan. Senayan pun berubah rupa menjadi bumi perkemahan

Bukan perkara besar bagi DPR untuk menyelesaikan persoalan warga suku Anak Dalam, warga Pulau Padang, dan warga Bima. Persoalan yang mereka hadapi itu terlampau kecil jika dibandingkan dengan DPR yang terlalu perkasa di bidang perundang-undangan, anggaran, dan pengawasan. 

Akan tetapi, yang tidak dimiliki DPR ialah kemauan memanfaatkan keperkasaan yang mereka miliki untuk kepentingan rakyat. Para anggota dewan sudah terlena duduk dengan tenang di atas singgasana menara gading. Sudah tidak layak lagi mereka menyandang predikat hebat sebagai wakil rakyat. 

Anggota DPRD dan pemerintah daerah tentu saja tidak bisa mencuci tangan atas persoalan rakyat yang mendirikan tenda di bumi perkemahan Senayan. 
Mereka juga mesti dimintai pertanggungjawaban. 

Ketika DPR, DPRD, dan pemerintah daerah tidak becus menyelesaikan persoalan rakyat, harapan tersisa dialamatkan di atas pundak kepala negara. Kalau itu juga tidak bisa, bukan mustahil rakyat berbondong-bondong datang berkemah di Senayan.