Nasional

Negara Penghasil Minyak, Indonesia Malah Terpengaruh Harga Dunia

MerantiNEWS - Opsi kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) semakin menguat. Pemerintah berdalih, itu imbas dari kenaikan harga minyak dunia.
Menurut pemerintah, bahwa ekonomi Indonesia akan runtuh jika pemerintah tidak mengikuti harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM sebagai tiang utama penggerak berbagai kegiatan produksi dari skala kecil hingga besar, akan segera terkena imbas.
Ternyata kehadiran perusahaan-perusahaan minyak asing di Indonesia justru tidak dapat memberikan jaminan stabilitas harga BBM di dalam negeri. Perusahaan-perusahaan minyak asing malah menopang harga minyak di negara-negara asal. Demikian dikatakan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pekan Baru dalam press releace-nya.
Dalam keterngannya, pemerintah harus memperhitungkan dengan matang nilai dampak yang ditimbulkan dari kenaikan BBM tersebut daripada hanya sekadar mencabut subsidi saja. Nelayan dan kegiatan UMKM akan bangkrut, tarif angkutan umum, listrik dan lainnya akan ikut naik, BLT akan semakin besar, kemiskinan meningkat, kejahatan dan korupsi meningkat, putus pendidikan semakin tinggi, ekploitasi kekayaan alam akan semakin membabi buta sebagai jaminan kepercayaan pinjaman hutang luar negeri.
Bahkan, efek terbesar bagi daerah-daerah penghasil minyak akan sangat tidak adil akibat kenaikan BBM ditambah DBH yang sangat kecil. Apalagi, Provinsi Riau sebagai salah satu provinsi penopang produksi minyak dalam negeri.
Pada dasarnya, sumber daya alam di sektor ini dapat menjadi instrument mensejahterahkaan rakyat Indonesia, khususnya rakyat Riau. Untuk itu, perusahaan-perusahaan yang menggarap ladang minyak yang dalam waktu dekat ini masa habis kontraknya perlu mendapat perhatian khusus.
Beberapa tahun belakangan ini, mungkin belum lepas tentang perjuangan yang dilakukan seluruh rakyat Riau terhadap ladang minyak yang dinamai Block CPP. Perjuangannya, terbukti telah membuahkan hasil terhadap pengelolahan Block CPP yang dahulu dibawah bendera Chevron, kini dikelolah oleh BUMD, PT Bumi Siak Pusako bersama dengan Pertamina. Sejarah perjuangan ini dapat dijadikan acuan untuk ladang-ladang minyak yang akan habis masa kontraknya di Indonesia.
Menyikapi akan berakhirnya masa kontrak ladang minyak Blok Siak pada tahun 2013 ini, sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 33, seharusnya menjadi pintu masuk bagi perusahaaan milik negara untuk diperioritaskan mengelolah ladang-ladang minyak tersebut. Perusahaan milik negara dalam mengelolah ladang minyak nasional terkendala pada UU No.22 Tahun 2011 yang mengharuskan pengelolah ladang minyak di Indonesia melalui proses tender.
Mekanisme pasar ini tentunya menghambat perusahaan perusahaan milik negara sebagai perusahaan yang mengelolah energi dihadapkan kepada perusahaan-perusahan international yang jauh lebih besar dan berpengalaman dalam eksplotasi minyak. Sehingga, mau tak mau dalam setiap tender perusahaan nasional tidak pernah menang dengan perusahaan asing.
Sebagai bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya alam, penegakan kedaulatan energi bangsa dapat di mulai dari Riau. Riau adalah salah satu sumber penghasil terbesar dari eksplotasi minyak di Indoesia. Tidak memungkiri devisa negara terbesar berasal dari Provinsi Riau. Untuk itu, harus ada kepekaan dari Pemda dalam hal eksplotasi minyak di negeri sendiri. Jangan menjadi tamu dirumah sendiri.
Pemerintah Pusat juga jangan lepas tangan dalam hal ini, karena masalah bukan hanya milik daerah melainkan nasional, beban seolah-olah hanya diamanatkan kepada daerah tapi Pemerintah Pusat juga harus ikut bertanggung jawab.
Seharusnya jumlah menteri dan wakil menteri SBY yang sangat banyak dapat membantu president memikirkan solusi terhadap kenaikan harga minyak dunia. Jika pemerintah memang tetap pada opsi kenaikan harga BBM, maka SBY harus berani memberikan jaminan terhadap stabilitas negara. Jika pemerintah tidak dapat menjamin hal tersebut, maka SBY telah melanggar konstitusi dan memiskinkan rakyat Indonesia.