Editorial Media Indonesia

Panggung Dahlan

MerantiNEWS EMI (Editorial Media Indonesia) - MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan kembali membuat berita. Mantan wartawan itu mengamuk ketika dihadang antrean panjang di pintu Tol Semanggi, Jakarta, Selasa (20/3) pagi. 

Dahlan bukan tanpa dasar menumpahkan amarahnya itu. Ia geram bukan kepalang lantaran pintu tol dipadati antrean lebih dari 30 mobil karena cuma satu loket manual dan otomatis yang dibuka. 

Dahlan yang hendak menuju Cengkareng untuk rapat dengan Direksi PT Garuda Indonesia pun turun, memeriksa dua loket yang kosong melompong, dan membuang kursi yang ada. 

Belum cukup, mantan Direktur Utama PT PLN itu membuka palang pintu tol dan membiarkan mobil yang antre lewat secara gratis. Lebih dari 100 kendaraan melenggang tanpa bayar.

Buat Dahlan, kejadian di pintu tol Semanggi tidak hanya menyebalkan, tetapi juga melanggar instruksinya. Kepada PT Jasa Marga sebagai pengelola jalan tol, Dahlan sudah menetapkan antrean di pintu tol maksimal lima kendaraan. Sudah puluhan kali pula ia mengingatkan agar perintahnya itu dipatuhi, tapi fakta yang terjadi memperlihatkan sebaliknya. 

Bukan kali ini saja, Dahlan membuat gebrakan. Sebagai Menteri BUMN, ia kerap melakukan terobosan demi meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. Untuk mengecek secara langsung layanan PT KAI, misalnya, ia beberapa kali naik kereta rel listrik (KRL) kelas ekonomi dari Stasiun Depok menuju Istana Negara untuk rapat kabinet. 

Dahlan memang bukan menteri biasa. Gaya kepemimpinannya yang lain daripada yang lain sering dipuja. Ia panen apresiasi karena dipandang bukan tipe pemimpin yang hanya suka duduk manis di belakang meja. 

Kita pun patut berempati dengan sejumlah langkah Dahlan untuk memperbaiki pelayanan BUMN. Akan tetapi, kita patut mengingatkan agar Dahlan tidak narsis karena makin terkesan ia cenderung pamer gebrakan. 

Kita mengingatkan pula bahwa untuk menyelesaikan seabrek persoalan di negeri ini tidak cukup dengan marah-marah, mengamuk, atau membanting kursi. Tidak bisa disangkal, pelayanan amburadul dari perusahaan milik negara bersifat sistemik. 

Antrean panjang di pintu tol, misalnya, hanyalah bagian kecil dari buruk rupa PT Jasa Marga yang selalu kelebihan dalih menaikkan tarif tol, tetapi miskin upaya meningkatkan pelayanan bagi pengguna tol. 

Dari hari ke hari, jalan berbayar itu kian akrab dengan kemacetan dan malah semakin menyiksa. Jalan tol yang semestinya mulus tak lepas dari wajah bopeng, apalagi ketika memasuki musim hujan. 

Langkah Dahlan memang terdengar heroik dan inspiratif. Namun, itu hanya efektif sesaat. Tidak cukup dengan marah untuk mengubah sebuah keadaan yang sudah rusak karatan. Dahlan ialah panglima tertinggi BUMN yang setiap saat bisa menghunus pedang menebas semua yang busuk di BUMN. 

Kalau tidak dibarengi dengan pembenahan sistemik, aksi Dahlan tak lebih dari pertunjukan di panggung publik.