Opini

Genk Motor Dikota Bertuah


Oleh : Mizan Musthofa

Beberapa hari ini kota pekanbaru dihebohkan dengan adanya aksi geng motor yang  sangat meresahkan masyarkat kota, geng motor yang di sangat
Mizan Musthofa
terkoordinir tersebut memunculkan sosok klewang, alias mardijo alias boss besar geng motor dengan beranggotakan kurang lebih 300 orang, sebagian kecil dari anggota geng motor tersebut adalah remaja yang masih mengenyam pendidikan ditingkat SMP dan SMA. Hal ini yang meresahkan masyarakat kota pekanbaru dikarenakan aksi yang dilakukan oleh sekelompok geng motor tersebut sangat brutal dan kejam.  Banyak masyarakat kawatir keluar malam takut terjadi bentrokan dengan geng motor.
Secara tidak langsung kota pekanbaru adalah kota yang belum terlalu besar dibandingkan dengan kota-kota lainnya, seperti Medan, Padang, Jambi dll. Tetapi tingkat kejahatan yang terjadi begitu mendebarkan dada, apakah ini awal dari kejayaan kota pekanbaru itu sendiri atau malah sebaliknya akan hancur kota ini.
Latar belakang Pendidikan
Aksi yang di lakukan oleh Klewang dan anggotanya yang masih berstatus sekolah menengah, ini menjadi pertanyaan besar ada apa dengan sekolah tersebut? Pengamatan pribadi saya siswa yang masuk kedalam kelompok geng motor biasanya memang sekolah dikarenakan bakat yang dimiliki oleh siswa tersebut, namun bakat yang mereka miliki tidak terkendalikan oleh fikiran mereka. Sehingga terjadinya kebablasan, (salah kaprah) dan bisa jadi sekolah sendiri tidak memperhatikan bakat-bakat para anak didiknya, ahinrnya ya menjadi seperti ini, kebosanan mereka di sekolah membuat tindakan diluar batas nya.

Latar Belakang keluarga    
Keluarga seyogyanya adalah pendidik awal utuk anak-anaknya, dilingkungan ini anak biasanya sangat membutuhkan perhatian kusus, disinilah anak akan membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Jika hal tersebut oleh orang tua tidak dilakukan atau tidak adanya kasih saying dan perhatian, maka anak akan mencari kesibukan diluar keluarganya, seperti halnya yang terjadi saat ini, anak mencari perhatian dan mencari kesenangan lewat geng motor contohnya. Karena jam diluar sekolah akan membuatnya suntuk dirumah, sedangkan orang tuanya tanpa menghiraukannya, seharusnya harus ada batasan-batasan atau peraturan untuk anak.
Setiap anak belajar dari kehidupannya:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka anak belajar memaki
 Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka anak belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka anak belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka anak belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka anak belajar memahami diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka anak belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka anak belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan berkelakuan baik, maka anak belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka anak belajar mempercayai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka anak menyukai diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sanyang dan persahabatan, maka anak belajar menemukan cinta dalam kehidupan. (Dorothy law nolte, dalam jalaluddi rahmat, 1991: 102
Begitulah kehidupan anak dilingkungan keluarga.
Ahirnya aksi yang dilakukan oleh kelompok geng motor harus ditindak tegas oleh aparat hukum yang ada di Indonesia, terutama di pekanbaru